KELOMPOK 7.
- FARADIVA FLORENSI M
- NIZMA FIDYATUL ILMI
- WIDYA HARDEA SARI
Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang Perlindunan Konsumen, “Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan”.
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu
kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda,
baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara
langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan
pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia
disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia
lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen
yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua
yang menjadi hak-hak konsumen.
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam
Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen adalah
:
Perlindungan
konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum.
Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang
relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
1) Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2) Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
4) Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5) Asas kepastian
hukum
Asas ini dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian
hukum.
Memperhatikan
isi dari Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula
penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan
nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada
falsafah bangsa negara Republik Indonesia.
Kelima
asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan inti pokok-nya,
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:
1.
asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan
konsumen;
2.
asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan
3.
asas kepastian hukum.
Asas-asas
Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok diatas
yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum. Dalam hukum
ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan
disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan asas kepastian hukum disejajarkan
dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisien
karena menurut Himawan bahwa: “Hukum yang berwibawa adalah hukum yang efisien,
di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak-haknya tanpa ketakutan
dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Undang- undang Pasal 3 No. 8 Tahun 1999, tentang Tujuan
Perlindungan Konsumen:
Ø Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
Ø Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif
pemakaian barang atau jasa;
Ø Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
Ø Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
Ø Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
Ø Meningkatkan
kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen:
·
Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
·
Hak
untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
·
Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa.
·
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
·
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
·
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
·
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
·
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi datau penggantian, apabila barang atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
·
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Konsumen:
·
Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
·
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
·
Membayar
dengan nilai tukar yang disepakati.
·
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak dan Kewajiban
Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha
Hak
pelaku usaha menurut pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah
1. Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak
untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.
3. Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
4. Hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban
pelaku usaha menurut ketentuan Undang-undang Ketentuan pasal 7 undang-undang
perlindungan konsumen :
1. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2. Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
5. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu
serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang
diperdgangkan.
6. Memberi
kompensasi ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan atau
pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan .
Memberi kompensasi ganti rugi atau
penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan Yang
Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi
kedalam 3 kelompok, yakni:
·
Larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 ).
Pasal 8 ayat (2), (3) dan (4)
Undang-undang Perlindungan Konsumen.
-
Ayat
2: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.”
-
Ayat
3: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.”
-
Ayat
4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.”
·
Larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16).
Pasal 9
-
Ayat
1:
1. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru;
3. Barang atau jasa tersebut telah
mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
4. Barang atau jasa tersebut dibuat
oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atu afliasi;
5. Barang atau jasa tersebut tersedia;
6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang
tertentu;
8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
atau jasa lain;
10. Menggunakan kata-kata yang
berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek
sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.
-
Ayat
2: “Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk
diperdagangkan.”
-
Ayat
3: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang
melanjutkan penawaran, promosi dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.”
Pasal 10:
1. Harga atau tarif suatu barang atau jasa;
2. Kegunaan suatu barang atau jasa;
3. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas
suatu barang atau jasa;
4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan;
5. Bahaya penggunaan barang atau jasa.
Pasal 11:
1. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu;
2. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat tersembunyi;
3. Tidak berniat untuk menjual barang
yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
4. Tidak menyediakan barang dalam
jumlah tertentu atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
5. Tidak menyediakan jasa dalam
kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang
lain;
6. Menaikan harga atau tarif barang dan
jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12 dan 13:
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklanan suatu barang atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam
waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan
atau diiklankan (Pasal 12).
2. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklanan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang atau jasa lain secara cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberika tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat 1).
3. Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklanan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang atau jasa lain (Pasal 13 ayat 2).
Pasal 14:
1. Tidak melakukan penarikan hadiah
setelah batas waktu yang dijanjikan;
2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui
media massa;
3. Memberikan hadiah tidak sesuai
dengan yang dijanjikan;
4. Mengganti hadiah yang tidak setara
dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15:
“Ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang atau
jasa dilarang melakukan dengan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik
fisik maupun psikis terhadap konsumen.”
Pasal 16:
1. Tidak menepati pesanan atau
kesepakatan waktu penyelesaian;
2. Tidak menepati janji atas suatu
pelayanan atau prestasi.
·
Larangan
bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17).
Pasal 17:
1.
Mengelabui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan, kegunanaan dan harga barang atau tarif jasa serta ketepatan
waktu penerimaan barang atau jasa;
2. Mengelabui jaminan atau garansi
terhadap barang atau jasa;
3. Memuat informasi yang keliru, salah,
atau tidak tepat mengenai barang atau jasa;
4. Tidak memuat informasi mengenai
risiko pemakaian barang atau jasa;
5.
Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
6. Melanggar etika atau ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi
pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku
usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang:
·
Tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
·
Tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
·
Tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya.
·
Tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
·
Tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut.
·
Tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, e-tiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut.
·
Tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu.
·
Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label.
·
Tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran,
berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,
akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang atau dibuat.
·
Tidak
mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber:
Buku:
ü Sidabalok,
Janus. “Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia”. Bandung: PT. Citra Adytia Bakti. 2006
ü Purwaningsih,
Endang. “Hukum Bisnis”. Bogor: PT.
Ghalia Indonesia. 2010
ü
Az
Nasution. “Hukum dan Konsumen”. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan. 1995
Blog:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar