Senin, 02 April 2018

Perlindungan Konsumen

Softskill "Aspek Hukum Dalam Ekonomi"
KELOMPOK 7.

  • FARADIVA FLORENSI M
  • NIZMA FIDYATUL ILMI
  • WIDYA HARDEA SARI

Pengertian Konsumen


Menurut Undang-undang Perlindunan Konsumen, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen.


Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan konsumen adalah :
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
1) Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2) Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Memperhatikan isi dari Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah bangsa negara Republik Indonesia.
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan inti pokok-nya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:
1. asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;
2. asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan
3. asas kepastian hukum.
Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok diatas yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum. Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan asas kepastian hukum disejajarkan dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisien karena menurut Himawan bahwa: “Hukum yang berwibawa adalah hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak-haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan”.

Tujuan Perlindungan Konsumen
Undang- undang Pasal 3 No. 8 Tahun 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen:
Ø Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
Ø Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa;
Ø Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
Ø Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
Ø Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
Ø Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen:

·         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
·         Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
·         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi datau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Konsumen:
·         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
·         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
·         Membayar dengan nilai tukar yang disepakati.
·         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha menurut pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah
1.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
2.       Hak untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4.       Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
5.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Undang-undang Ketentuan pasal 7 undang-undang perlindungan konsumen :
1.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2.       Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.       Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
5.       Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang diperdgangkan.
6.       Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan atau pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan .
Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:

·         Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 ).
Pasal 8 ayat (2), (3) dan (4) Undang-undang Perlindungan Konsumen.
-          Ayat 2: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.”
-          Ayat 3: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.”
-          Ayat 4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.”
·         Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16).
Pasal 9
-          Ayat 1:
1. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru;
3. Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
4. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atu afliasi;
5. Barang atau jasa tersebut tersedia;
6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain;
10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
-          Ayat 2: “Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan.”
-          Ayat 3: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang melanjutkan penawaran, promosi dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.”

Pasal 10:
1. Harga atau tarif suatu barang atau jasa;
2. Kegunaan suatu barang atau jasa;
3. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa;
4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
5. Bahaya penggunaan barang atau jasa.

Pasal 11:
1. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
2. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
3. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
4. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
5. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
6. Menaikan harga atau tarif barang dan jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12 dan 13:
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklanan suatu barang atau  jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan (Pasal 12).
2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklanan suatu barang atau  jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberika tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat 1).
3. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklanan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain (Pasal 13 ayat 2).

Pasal 14:
1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
3. Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
4. Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 15:
“Ditentukan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang melakukan dengan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.”

Pasal 16:
1. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian;
2. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan atau prestasi.

·         Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17).
Pasal 17:
1. Mengelabui konsumen  mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunanaan dan harga barang atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa;
2. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa;
3. Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang atau jasa;
4. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa;
5. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang   bersangkutan;
6. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang:

·         Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
·         Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
·         Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
·         Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
·         Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
·         Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, e-tiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atau jasa tersebut.
·         Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
·         Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
·         Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang atau dibuat.
·         Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 Sumber:
Buku:
ü Sidabalok, Janus. “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT. Citra Adytia Bakti. 2006
ü Purwaningsih, Endang. “Hukum Bisnis”. Bogor: PT. Ghalia Indonesia. 2010
ü Az Nasution. “Hukum dan Konsumen”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1995

Blog:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar