Minggu, 05 November 2017

Koperasi Dalam Analisis Organisasional Komparatif

1.       KONSEP KOPERASI
Pada UU No. 25 tahun 1992, koperasi didefinisikan sebagai “badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”. Pengertian ini tidak hanya berdasar pada konsep koperasi sebagai organisasi ekonomi dan sosial tetapi secara lengkap telah mencerminkan norma-norma/kaidah-kaidah yang berlaku bagi bangsa indonesia. Norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut mencerminkan dari fungsi dan peranan koperasi sebagai:
a.       Alat untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya,
b.      Alat untuk mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat,
c.       Alat untuk memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, dan
d.      Alat untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekluargaan dan demokrasi ekonomi.

Definisi dari koperasi dijelaskan sebagai berikut:
a.    International Cooperative Alliance (ICA) mendefinisikan koperasi sebagai kumpulan orang-orang atau badan hukum, yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama-sama saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip koperasi.
b.    Menurut Calver, koperasi adalah organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukakn secara sukarela sebagai manusia atas dasar kemampuan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing.
c.     Moh. Hatta dalam “Koperasi Membangun dan Membangun Koperasi”, mendefinisikan koperasi sebagai berikut: “Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong”.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.    Koperasi adalah organisasi yang terdiri atas orang-orang (kumpulan orang) atau dapat pula kumpulan badan hukum koperasi yang mempunyai kepentingan yang sama.
b.    Koperasi adalah sebuah perusahaan dimana orang-orang berkumpul bukan untuk menyatukan uang atau modal melainkan sebagai akibat kesamaan kebutuhan ekonomi.
c.     Koperasi adalah perusahaan yang harus dapat memberikan pelayanan ekonomi kepada anggotanya dan masyarakat lingkungannya.
d.    Koperasi adalah perusahaan yang didukung oleh orang-orang sebagai anggotanya dalam menghimpun kekuatan-kekuatan yang meliputi para penghasil barang, pemberi jasa, dan pemakai barang atau jasa yang ada.
e.    Dalam tubuh koperasi terkandung aspek pendidikan yang sangat dalam.
f.     Di Indonesia koperasi berwajah ganda bila dilihat dari tujuannya, sebab selain untuk memnuhi kebutuhan anggotanya ia juga merupakan alat yang sesuai untuk mempercepat proses pembangunan.

2.       BERBAGAI HUBUNGAN DALAM KOPERASI
Ada 3 hubungan yang penting dalam lingkungan koperasi, yaitu hubungan kepemilikan, hubungan pelayanan dan hubungan pasar.
a.       Hubungan Kepemilikian
Hubungan kepemilikan menunjukkan besarnya peranan anggota dalam koperasi, artinya anggota adalah pemilik perusahaan koperasi. Sebagai pemilik anggota mempunyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu terhadap koperasinya, baik kewajiban dan hak individual maupun kewajiban dan hak keuangan (finansial).
b.      Hubungan Pelayanan
Hubungan pelayanan muncul karena fakta bhawa anggota di samping sebagai pemilik juga sebagai pelanggan utama koperasi. Bentuk hubungan pelayanan koperasi terhadap anggota dapat dilakukan melalui bisnis antara usaha anggota dengan badan usaha koperasi. Hubungan bisnis ini dapat dikaji secara mikro, dimana anggota dpaat berfungsi sebgaai produsen (penjual) tetapi juga berfungsi sebagai konsumen (pemakai).
c.       Hubungan Pasar
Pada prinsipnya, pasar adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Tetapi konsep pasar sebenarnya bukanlah sesuatu yang kongkret, melainkan sesuatu yang abstrak. Ahli ekonomi bahkan lebih menekankan pada pertemuan antara permintaaan dan penawaran. Permintaan menggambarkan rencana jumlah produk yang diminta pada periode waktu tertentu, sedangkan penawaran menggambarkan rencana produk yang akan dijual (ditawarkan) pada periode tertentu. Jika permintaan bertemu dengan penawaran, maka akan muncul konsep baru berupa harga dan jumlah produk yang ditransaksikan.

 3.       MASALAH BISNIS DENGAN NONANGGOTA
Dalam suatu korporasi murni, pemilik perusahaan tak lain adalah kapitalis murni (para pemegang saham). Mereka mengiventasikan modal ke dalam perusahaan untuk memperoleh keuntungan berupa dividen dan jenis keuntungan lainnya, tetapi mereka tidak memanfaatkan servis yang diberikan oleh organisasi itu.

 4.       ALASAN MENJADI ANGGOTA KOPERASI
Bahwa individu-individu akan menjadi anggota atau meneruskan tetap tinggal menjadi anggota dalam sebuah koperasi bila mereka mengharapkan ”manfaat” atau faedah yang dapat mereka peroleh dari suatu koperasi lebih besar daripada faedah yang mereka dapat peroleh kalau tidak menjadi anggota karena bisnis dengan organisasi nonkoperasi atau koperasi saingannya.

 5.       PERSYARATAN KEUNGGULAN KOPERASI
Koperasi mempunyai kelebihan dalam hal:
a.     Economies of Scale
b.    Competition
c.     Inter-Linkage Market
d.    Participation
e.    Transaction Cost
f.      Reduksi Terhadap Risiko Ketidakpastian

 6.     KOPERASI DALAM SEGI TIGA STRATEGIS
Ketiga pemain adalah koperasi itu sendiri (Cooperative), para anggota atau anggota potensial (Member atau Potential Members) dan Pesaing (Competitor).


Sumber:

Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Jakarta:Lembaga Penerbit FE UI

Organisasi Koperasi dan Ekonomi Koperasi

1. Penyebaran Organisasi Koperasi Modern
Organisasi koperasi terdapat hampir di semua negara industri dan negara berkembang. Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di negara-negara industri di Eropa Barat, namun kemudian setelah adanya kolonialisme di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, koperasi juga tumbuh di negara-negara jajahan. Setelah negara-negara jajahan mengalami kemerdekaan, banyak negara yang memanfaatkan koperasi sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahkan, koperasi dijadikan sebagai salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

Koperasi modern didirikan pada akhir abad ke-18 terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri. Perubahan-perubahan yang berlangsung saat itu terutama disebabkan oleh perkembangan ekonomi pasar dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup di mana berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertanian yang cepat. Industri yang mula-mula bercorak padat karya berubah menjadi padat modal dan produksi yang mula-mula dilaksanakan berdasarkan pesanan berubah menjadi produksi untuk kebutuhan pasar (produksi massa), bukan hanya pasar dalam negeri dan pasar di negara-negara Eropa tetapi juga pasar di daerah jajahan. Perubahan ini membawa dampak terhadap berbagai kalangan masyarakat, ada yang diuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Mereka yang paling menderita selama tahap-tahap awal perubahan struktur ekonomi perindustri yang demikian cepat, terdapat pada berbagai lapisan masyarakat, terutama di Inggris di mana golongan kaum buruh yang semakin besar di kota-kota harus menghadapi masalah pengangguran, tingkat upah yang rendah, hubungan perburuhan dan syarat-syarat kerja yang jelek, dan tanpa jaminan sosial. Selain itu, tukang-tukang dan para pengrajin kecil harus menderita karena kalah dalam bersaing dengan perusahaan yang berkala besar dan tumbuh dengan cepat, dan para petani kecil yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya harus menghadapi masalah-masalah pelik selama proses pengintegrasiannya ke dalam ekonomi pasar yang sedang berkembang.

Pelopor-pelopor organisasi koperasi dari Rochdale misalnya, telah memberikan andil yang cukup besar dalam perkembangan koperasi. Aturan-aturan yang mulanya disusun hanya sekadar petunjuk tentang bagaimana seharusnya suatu pokok koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan dijalankan oleh para anggotanya sendiri kemudian menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang dijadikan dasar kegiatan oleh berbagai koperasi di dunia. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a.      Keanggotaan yang bersifat terbuka (open memberships and voluntary)
b.      Pengawasan secara demokratis (democratic control)
c.       Bunga yang terbatas atas modal (limited interest of capital)
d.      Pembagian SHU yang sesuai dengan jasa anggota (proportional distribution of surplus)
e.      Penjualan dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai (trading in cash)
f.        Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik (political, racial, religious netrality)
g.      Barang-barang yang dijual harus merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak atu palsu (adulted goods forbiden to sell)
h.      Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan (promotion of education)

Prinsip-prinsip tersebut ternyata menjadi petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi konsumen yang hidup dalam keadaan serupa. Namun dalam perkembangan berikutnya, prinsip-prinsip koperasi yang dipelopori oleh koperasi Rochdale berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi di mana koperasi tersebut berkembang.

Di Jerman, Herman Schulze-Delitzsch (1808-1883) adalah orang pertama yang berhasil mengembangkan sebuah organisasi koperasi bagi perintisan dan pengembangan secara bertahap pada organisasi koperasi kredit perkotaan. Demikian pula koperasi-koperasi pengadaan sarana dan kelompok-kelompok mata pencarian yang lain. Ia menekankan agar prinsip menolong diri sendiri (self-help), prinsip pengurus/mengelola sendiri (self-management) dan mengawasi sendiri (self-control) yang dilakukan oleh para anggota merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi. Dari sendi-sendi dasar ini kemudian dikembangkan prinsip identitas pada koperasi (identity principles) yang memberikan ciri khusus organisasi koperasi (identity crterian) yang membedakan koperasi dari organisasi lainnya.

Konsepsi Schulze-Delitzsch kemudian dikembangkan oleh Raiffeisen yang mencoba mengembangkan koperasi kredit di Jerman. Raiffeisen memulai pertama-tama memprakasai pembentukan-pembentukan koperasi kredit yang berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas yang dipikul oleh para anggota koperasi itu, dan dituntun berdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/mengelola sendiri dan mengalami sendiri.

Selama periode 1950-1970, penyebaran dan pertambahan jumlah koperasi modern terjadi di banyak negara berkembang. Pemerintah dari negara-negara di Afrika yang baru merdeka, demikian pula pemerintah di negara-negara di Asia dan Amerika Selatan mulai mendorong pembentukan organisasi koperasi dan memanfaatkannya sebagai sarana pembangunan di bidang pertanian. Sejumlah kesimpulan dan rekomendasi telah dikeluarkan oleh organisasi-organisasi Internasional mengenai peranan penting yang dapat dimainkan oleh organisasi koperasi dalam pembangunan sosial ekonomi dan mengusulkan pemerintah-pemerintah untuk mendorong perintisan dan pengembangan organisasi-organisasi swadaya.

Mengingat kebanyakan pengetahuan dari masyarakat yang baru merdeka masih sangat rendah, maka pembangunan koperasi pada saat itu dilakukan dengan dua pola, yaitu pola umum dan pola pemerintah (di Indonesia disebut Pola KUD). Kedua pola tersebut mempunyai sasaran yang yaitu menciptakan koperasi sebagai organisasi otonom. Pola umum dilakukan dengan cara menyerah sepenuhnya kepada masyarakat dalam mendirikan dan mengelola koperasi. Pola ini sesuai dengan hakikat koperasi, yakni koperasi harus dibangun oleh mereka yang mempunyai kebutuhan yang sama, mendirikan perusahaan bersama dan mengelola secara bersama-sama. Sedangkan pola pemerintah dilakukan dengan cara pemerintah mensponsori berdirinya koperasi (KUD) dan mengawasi terus perkembangan koperasi tersebut hingga mampu mencapai mandiri. Pola pemerintah ini dilakukan melalui beberapa tahap. Pada tahap pertama, pemerintah memegang peranan utama dalam perintisan organisasi koperasi dna membantu koperasi tersebut agar dapat tumbuh dengan kuat. Pada tahap kedua, pemerintah mencoba mengurangi bantuannya bila koperasi tersebut telah menunjukkan kemajuannya dan mempunyai kemampuan untuk berkembang ke arah kemandirian. Bila koperasi telah mampu mandiri, maka tahap berikutnya adalah pemerintah harus benar-benar menghentikan bantuannya dan membiarkan organisasi koperasi untuk hidup secara otonom. Tahap-tahap tersebut sering disebut tahap ofisialisasi, tahap deofisialisasi dan tahap otonom. Pada tahap otonom diharapkan sasaran pengembangkan koperasi lewat pola pemerintah bertemu dengan pola umum, artinya koperasi sebagai organisasi otonom dapat terbentuk.

2.      Kebutuhan Akan Konsep Teoretis DalamAnalisis Koperasi
Merebaknya permasalahan dan kritik-kritik yang tajam di sekitar koperasi mengharuskan para ahli koperasi, birokrat yang berkepentingan dalam pengembangan koperasi dan wirausaha. Wirausaha koperasi mencari jalan keluar dari kemelut yang ada saat ini. Berbagai cara harus ditempuh agar koperasi dapat mengurangi permasalahan yang ada dan tetap eksis dalam percaturan perekonomian suatu bangsa. Salah satu cara untuk memecahkan masalah yang ada dan mengurangi kritik-kritik yang tajam di sekitar koperasi adalah dengan mencoba mempelajari esensi koperasi yang sebenarnya yang membedakannya dengan organisasi lain yang bukan koperasi. Dengan mengetahui esensik operasi yang sebenarnya akan diketahui atau akan dapat ditetapkan berbagai kebijaksanaan yang tidak menyimpang dari konsep koperasi yang sebenarnya. Hal ini menjadi penting mengingat dewasa ini banyak kebijaksanaan yang bertujuan mengembangkan koperasi tetapi kebijaksanaan tersebut menyimpang dari esensi koperasi yang sebenarnya.

Tujuan utama seseorang menjadi anggota koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan (dalam arti ekonomi identik dengan pendapatan) maka kendatipun motif anggota tidak hanya motif ekonomi (ada motif nonekonomi), motif ekonomi menjad sorotan yang penting dari esensi keberadaan anggota pada koperasi.

Kelebihan-kelebihan yang mungkin dimiliki oleh koperasi tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari efisiensi ekonomi organisasi-organisasi lainnya. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan konvensional dan organisasi-organisasi lainnya punya kesempatan yang sama untuk bersaing dalam koperasi. Dalam situasi seperti ini, harus dibuktikan secara teoretis mengapa koperasi-koperasi mempunyai kelebihan atau keunggulan komparatif (keunggulan yang diperbandingkan) dibanding organisasi-organisasi lainnya.

3.      Arti Penting Ekonomi Koperasi
Secara umum diartikan sebagai usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, sedang koperasi adalah organisasi ekonomi di mana anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan.

Konsepsi manusia dalam artian ekonomi bisa berarti manusia sebagai produsen, sebagai konsumen dan sebagai pedagang. Ketiga jenis manusia tersebut mempunyai tujuan yang sama yakni menggunakan sumber yang terbatas untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Sebagai produsen yang rasional, manusia akan menciptakan produksi yang optimal artinya berusaha mengombinasikan faktor produksi yang menghasilkan output tertentu yang dapat mencapai keuntungan yang maksimal. Keuntungan maksimal merupakan indikator dalam mengukur kepuasan seorang produsen. Bila manusia bertindak sebagai konsumen yang rasional, ia akan mengalokasikan pendapatan yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan tertentu hingga diperoleh kepuasan maksimal. Kemudian bila manusia sebagai pedagang yang rasional, ia dapat menginvestasikan dananya ke dalam barang-barang dagangan dan menjual barang-barang tersebut hingga diperoleh keuntungan maksimal.

Asumsi manusia rasional merupakan dasar dari pemikiran ekonomi, sehingga setiap kegiatan ekonomi yang dilakukakn oleh manusia yang rasional akan berprinsip pada “Prinsip Ekonomi”, yaitu menggunakan sumber yang terbatas untuk mencapai hasil yang maksimal.

Perbedaan pokok antara koperasi dengan organisasi ekonomi lain adalah bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi di mana anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan, sedangkan organisasi ekonomi lainnya (nonkoperasi) adalah organisasi ekonomi yang dimiliki oleh anggotanya (pemodal) tetapi mereka bukan pelanggan dari organisasi ekonomi yang dibentuk.





Sumber :
Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi. Jakarta:Lembaga Penerbit FE UI